Puisi Penyisihan Lomba Baca Puisi Semarak Indonesia 2015
NEGRI KADAL
Sosiawan Leak
negri kami negri kadal
negri yang tidak pernah sepi dari
juluran lidah
menjelma dasi, panji-panji hingga
janji-janji
yang selalu terpelanting bacinnya ludah.
sambil melata, kami mengendap,
menikam dan bersenggama
sesekali menelikung ; awan juga kawa.
negri kami negri kadal
negri yang bersemak rempah
berbelukar bahan tambang, berimbun hutan
namun selalu lapar
dengan pertikaian dan asap tebal
dari berbagai kayu bakar
: agama, harta dan kekuasaan
kami selesaikan masalah
hanya lewat desis dan kata-kata
sedang tindakan tersembunyi dengan
sempurna
di ujung ekor yang tak berdaya
menjelma bom, meledak sembarangan.
curiga mulus beranak pinak di sela sisik
malih rupa ketakutan
yang tak pernah terungkap di pengadilan
di negri kadal
Solo, 19 September 2000
APAKAH KARTINISosiawan Leak
kartini, apakah kau akan tersenyum
tahu astronot wanita kita gagal mengangkasa lantaran keburu tua
sementara Amerika menunda peluncuran pesawatnya
dan kita belum mampu meracik roket sendiri
kartini, apakah kau akan tertawa
lantaran sekarang wanita dapat menjadi birokrat
atau wakil rakyat di parlemen
bahkan presiden
kartini, apakah kau akan menangis
lantaran kini untuk yang pertama kali
presiden wanita kita sudah turun tahta
dan entah nanti apakah terpilih lagi atau frustasi
kartini, apakah kau akan menderita
tatkala di koran kau baca
ada ibu rumah tangga rela menjadi pengedar ganja dan narkoba
untuk membantu suaminya menghadapi keruwetan ekonomi
atau seorang ibu yang membunuh suami
lantaran selingkuh dengan teman sendiri
kartini, apakah kau akan susah
ketika kau jumpa para remaja
kehormatannya diobral murah
di tanah sendiri atau di negeri tetangga
kartini, kalau kau lahir di jaman ini
mungkin bingung mencari arti emansipasi
seperti kami linglung mengingat nama dan arti kartini
untung kau lahir 127 tahun lalu
sehingga tak mengalami,
betapa susahnya menjadi wanita berkelamin ganda;
ibu rumah tangga sekaligus pekerja!
Pelangi, Mojosongo-Solo, 25 april
2004
Chairil Anwar
kita guyah lemah
sesekali tetak tentu rebah
segala erang dan jeritan
kita pendam dalam keseharian
mari tegak merentak
dari-sekeliling kita bentak
ini malam purnama akan
menembus awan
22
Juli 1943
Kerikil-kerikil Tajam (dihapuskan dari
daftar puisi penyisihan)
Chairil Anwar
DI MUKA JENDELA
Goenawan Mohamad
Di sini
cemara pun gugur daun.
Dan kembali
ombak-ombak hancur terbantun
Di sini
kemarau pun
menghembus bumi menghembus pasir,
dingin dan malam hari
ketika kedamaian pun datang memanggil
ketika angin terputus-putus di hatimu
menggigil
dan sebuah kata
merekah diucapkan ke ruang yang jauh:
Datanglah!
Ada sepasang bukit,
meruncing merah
dari tanah padang-padang yang tengadah
tanah padang-padang
tekukur
di mana tangan-hatimu
terulur
Pula ada menggasing kincir yang sunyi
ketika senja mengerdip,
dan di ujung benua mencecah pelangi:
tidakkah siapa pun lahir
kembali di detik begini
ketika bangkit bumi,
sajak bisu abadi,
dalam kristal kata dalam pesona?
1961
TENTANG USINARA
Goenawan Mohamad
Usinara, yang
menyerahkan jagat dan darahnya untuk
menyelamatkan
seekor punai yang terancam kematian,
tahu dewa-dewa
tak pernah siap. Mereka makin tua.
Langit
menggantungkan dacin pada tiang lapuk neraka
sejak cinta
dibunuh. Timbangan terlambat. Telah tujuh
zaman asap
& api penyiksaan mengaburkan mata siapa saja.
Di manakah
batas belas, Baginda? “Mungkin tak ada,”
jawab Usinara. Ia hanya menahan perih di rusuknya
ketika tujuh
burung nasar sibuk di kamar itu, (tujuh,
bukan satu),
merenggut dagingnya, selapis demi
selapis.
Sering aku
bayangkan raja yang baik hati itu tergeletak
di lantai,
memandang ke luar pintu, melihat debu sore
dan daun-daun
yang pelan-pelan berubah ungu. Ia ingin
punai itu
segera lepas. “Ayo, terbang. Aku telah
menebus
nyawamu,” ia ingin berkata. Tapi suaranya
tak terdengar.
Sementara itu,
di sudut, si punai menangis: “Tak ada
dewa yang
datang dan mengubah adegan ini jadi
dongeng!”
Usinara hanya menutup matanya. Ia tahu
kahyangan
adalah cerita yang belum jadi.
2012
HARI
MENUAI
Goenawan
Mohamad
Lamanya
sudah tiada bertemu
tiada kedengaran suatu apa
tiada tempat duduk bertanya
tiada teman kawan berberita
Lipu aku diharu sendu
samar sapur cuaca mata
sesak sempit gelanggang dada
senak terhentak raga kecewa
Hibuk mengamuk hati tergari
melolong meraung menyentak rentak
membuang merangsang segala petua
tiada percaya pada siapa
Kutilik diriku kuselam tahunku
timbul terasa terpancar terang
istiwa lama merekah terang
merona rawan membunga sedan
Tahu aku
kini hari menuai api
mengetam ancam membelam redam
ditulis dilukis jari tanganku.
tiada kedengaran suatu apa
tiada tempat duduk bertanya
tiada teman kawan berberita
Lipu aku diharu sendu
samar sapur cuaca mata
sesak sempit gelanggang dada
senak terhentak raga kecewa
Hibuk mengamuk hati tergari
melolong meraung menyentak rentak
membuang merangsang segala petua
tiada percaya pada siapa
Kutilik diriku kuselam tahunku
timbul terasa terpancar terang
istiwa lama merekah terang
merona rawan membunga sedan
Tahu aku
kini hari menuai api
mengetam ancam membelam redam
ditulis dilukis jari tanganku.
KEMBALIKAN
INDONESIA PADAKU
Usmar Ismail
Hari depan Indonesia adalah dua ratus
juta mulut yang menganga
Hari depan Indonesia adalah bola-bola
lampu 15 wat, sebagian berwarna putih dan sebagian hitam, yang menyala
bergantian,
Hari depan Indonesia adalah pertandingan
pingpong siang malam dengan bola yang bentuknya seperti telur angsa,
Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa
yang tenggelam karena seratus juta penduduknya,
Kembalikan
Indonesia
Padaku
Hari depan Indonesia adalah satu juta
orang main pingpong siang malam dengan bola telur angsa di bawah sinar lampu 15
wat,
Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa
yang pelan-pelan tenggelam lantaran berat bebannya kemudian angsa-angsa
berenang-renang di atasanya,
Hari depan Indonesia adalah dua ratus
juta mulut yang menganga, dan di dalam mulut itu ada bola-bola lampu 15 wat,
sebagian putih dan sebagian hitam, yang menyala bergantian,
Hari depan Indonesia adalah angsa-angsa
putih yang berenang-renang sambil main pingpong di atas pulau Jawa yang
tenggelam dan membawa seratus juta bola lampu 15 wat ke dasar lautan,
Kembalikan
Indonesia
Padaku
SAJAK TANGAN
W.S. Rendra
Inilah tangan seorang mahasiswa,
tingkat sarjana muda.
Tanganku. Astaga.
Tanganku menggapai,
yang terpegang anderox hostes berumbai,
Aku bego. Tanganku lunglai,
Tanganku mengetuk pintu,
tak ada jawaban.
Aku tendang pintu,
pintu terbuka.
Di balik pintu ada lagi pintu.
Dan selalu :
ada tulisan jam bicara
yang singkat batasnya.
Aku masukkan tangan-tanganku ke celana
dan aku keluar menggembara.
Aku ditelan Indonesia Raya.
Tanganku di dalam kehidupan
muncul di depanku.
Tanganku aku sodorkan.
Nampak asing di antara tangan beribu.
Aku bimbang akan masa depanku.
Tangan petani yang berlumpur,
tangan nelayan yang bergaram,
aku jabat dalam tanganku.
Tangan mereka penuh gulatan
Tangan-tangan yang menghasilkan.
Tanganku yang gamang
tidak memecahkan persoalan.
Tangan cukong,
tangan pejabat
gemuk, luwes dan sangat kuat.
Tanganku yang gamang dicurigai,
disikat.
Tanganku mengepal.
Ketika terbuka menjadi cakar.
Aku meraih ke arah delapan penjuru.
Di setiap meja kantor
Bercokol tentara atau orang tua.
Di desa-desa
para petani hanya buruh tuan tanah.
Di pantai-pantai
Para nelayan tidak punya kapal.
Perdangan berjalan tanpa swadaya
Politik hanya mengabdi pada cuaca ..
Tanganku mengepal.
Tetapi tembok batu di depanku.
Hidupku tanpa masa depan.
Kini aku kantongi tanganku.
Aku berjalan mengembara.
Aku akn menulis kata-kata kotor
di meja rektor
TIM, 3 Juli 1977
PEREMPUAN-PEREMPUAN
PERKASA
Hartoyo Andangjaya
Perempuan-perempuan yang
membawa bakul di pagi buta, dari manakah mereka
ke stasiun kereta
mereka datang dari bukit-bukit desa
sebelum peluit kereta
pagi terjaga
sebelum hari bermula
dalam pesta kerja
Perempuan-perempuan
yang membawa bakul dalam kereta, kemanakah mereka
di atas roda-roda baja
mereka berkendara
merebut hidup di
pasar-pasar kota
Perempuan-perempuan
perkasa yang membawa bakul di pagi buta, siapakah mereka
mereka ialah ibu-ibu
berhati baja, perempuan-perempuan perkasa
SUKMAKU MERDEKA
Wiji Tukul
Tidak tergantung kepada
Departemen Tenaga Kerja
Semakin hari semakin nyata nasib di
tanganku
Tidak diubah oleh siapapun
Tidak juga dirubah oleh Tuhan Pemilik
Surga
Apakah ini menyakitkan? Entahlah!
Aku tak menyumpahi rahim ibuku lagi
Sebab pasti malam tidak akan berubah
menjadi pagi
Hanya dengan maki-maki
Waktu yang diisi keluh akan berisi keluh
Waktu yang berkeringat karena kerja akan
melahirkan
Serdadu-serdadu kebijaksanaan
Biar perang meletus kapan saja
Itu bukan apa-apa
Masalah nomer satu adalah hari ini
Jangan mati sebelum dimampus takdir
Sebelum malam mengucap selamat malam
Sebelum kubur mengucapkan selamat datang
Aku mengucap kepada hidup yang jelata
M E R D E K A !!
PERINGATAN
Wiji
Tukul
Jika rakyat pergi
Ketika penguasa pidato
Kita harus hati-hati
Barangkali mereka putus asa
Kalau rakyat sembunyi
Dan berbisik-bisik
Ketika membicarakan masalahnya sendiri
Penguasa harus waspada dan belajar
mendengar
Bila rakyat tidak berani mengeluh
‘itu artinya sudah gawat
Dan bila omongan penguasa
Tidak boleh dibantah
Kebenaran pasti terancam
Apabila usul ditolak tanpa ditimbang
Suara dibungkam kritik dilarang
Dituduh subversive dan mengganggu
keamanan
Maka ada satu kata: lawan!
Solo, 1986
Wiji
Thukul
Seumpama
bunga
Kami adalah bunga yang tak
Kau hendaki tumbuh
Engkau lebih suka membangun
Rumah dan merampas tanah
Kami adalah bunga yang tak
Kau hendaki tumbuh
Engkau lebih suka membangun
Rumah dan merampas tanah
Seumpama
bunga
Kami adalah bunga yang tak
Kau kehendaki adanya
Engkau lebih suka membangun
Jalan raya dan pagar besi
Kami adalah bunga yang tak
Kau kehendaki adanya
Engkau lebih suka membangun
Jalan raya dan pagar besi
Seumpama
bunga
Kami adalah bunga yang
Dirontokkan di bumi kami sendiri
Kami adalah bunga yang
Dirontokkan di bumi kami sendiri
Jika
kami bunga
Engkau adalah tembok itu
Tapi di tubuh tembok itu
Telah kami sebar biji-biji
Suatu saat kami akan tumbuh bersama
Dengan keyakinan: engkau harus hancur!
Engkau adalah tembok itu
Tapi di tubuh tembok itu
Telah kami sebar biji-biji
Suatu saat kami akan tumbuh bersama
Dengan keyakinan: engkau harus hancur!
Selamat
berlatih! Semangat! J
Komentar
Posting Komentar